Abu Hamid Muhammad Ibnu Muhammad Ibnu Ahmad, dilahirkan pada tahun 450 H/ 1059 di Thus daerah Khurasan. Ia dikenal dengan Al - Ghazali karena ayahnya pemintal tenun wol atau karena ia berasal dari desa Ghazalah. Beliau wafat pada tahun 505 H / 1111.

Pendidikannya dimulai didaerahnya yaitu belajar kepada Ahmad Ibnu Muhammad al - Razkani al - Thusi, setelah itu pindah ke Jurjan ke pendidikan yang dipimpin oleh Abu Nash al-Ismaili mempelajari semua bidang agama dan bahasa, setelah tamat kembali ke Thus belajar tasawuf dengan Syekh Yusuf al - Nassaj (wafat 487 H) , kemudian ke Nisyapur belajar kepada Abul Ma’al al-Juwaini yang bergelar Imam al - Haramain dan melanjutkan pelajaran Tasawuf kepada Syekh Abu Ali al - Fadhl Ibnu Muhammad Ibnu Ali al - Farmadi, dan ia mulai mengajar dan menulis dalam Ilmu Fiqh.

Setelah Imam al - Juwaini wafat ia pindah ke Mu’askar mengikuti berbagai forum diskusi dan seminar kalangan ulama dan intelektual dan dengan segala kecermelangannya membawanya menjadi guru besar di perguruan Nidzamiyah di Baghdad pada tahun 484 H, disamping memberikan kuliah, ia juga mengkaji filsafat Yunani dan filsafat Islam. Kecermelangan, keharuman namanya dan kesenangan duniawi yang melimpah ruah di Baghdad melebihi ketika ia di Mu’askar, dikota ini ia sakit dan secara tiba-tiba meninggalkan Baghdad mengundurkan diri dari kegemerlapan duniawi tersebut.

Mulai th 488 H/ 1095 ia ke Damaskus. di Masjid Umawi ia ber’itiqaf dan berzikir dipuncak menara sebelah barat sepanjang hari dengan makan dan minum yang terbatas. Ia memasuki suluk sufi dengan riyadhah dan mujahadah terus menerus seperti itu selama 2 tahun di Damaskus. Setelah itu pergi ke Baitul Maqdis di Palestina, setiap hari ia masuk Qubbah Shahrah untuk berzikir, ia juga ke al - Khalil berziarah ke makam Nabi Ibrahim as. Setelah dari Palestina, ia melaksanakan ibadah haji di Mekkah dan berziarah ke makam Rasullulah di Madinah.

Ia pernah kembali ke Baghdad untuk mengajar di Perguruan Nidzamiyah Baghdad, namum tidak berapa lama kemudian kembali ke Thus dan mendirikan khanaqah untuk para sufi dan mendirikan madrasah untuk mengajar ilmu Tasawuf.
Karya - karya tulis Al-Ghazali meliputi berbagai bidang keislaman, Kalam, Fiqh, Filsafat, Tasawuf dan lain lainnya yang berbentuk buku maupun risalah.

Kitab kitab Al -Ghazali yang membahas tentang Tasawuf :

6. Mizan al - ‘Amal

7. Al - Ma’arif al-Aqliah wa Lubab al - Hikmah al - Ilahiyah

8. Ihya ‘Ulumiddin

9. Al - Maqshad al - Astna Fi Syarh Asma al - Husna

10. Bidayat al - Hidayah

11. Al - Madhnun Bih ‘ala Ghairi Ahlil

12. Kaimiya al - Sa’adah

13. Misykat al - Anwar

14. Al - Kasyf Wa al - Tabyin Fi Ghurur al - Naas Ajma’in

15. Al - Munqidz Min al - Dhalal

16. Al - Durrat al Fakhirah Fi Kasyf ‘Ulumi al - Akhirah

17. Minhaj al - ‘Abidin Ila Jannati Rabbi al - ‘Alamin

18. Al - Arba’in Fi Ushul al - Din

Tasawuf Al - Ghazali menghimpun akidah, syariat dan akhlak dalam suatu sistematika yang kuat dan amat berbobot, karena teori - teori tasawufnya lahir dari kajian dan pengalaman pribadi setelah melaksanakan suluk dalam riyadhah dan mujahadah yang intensif dan berkesinambungan, sehingga dapat dikatakan bahwa seumur hidupnya ia bertasawuf.

Dalam pandangannya, Ilmu Tasawuf mengandung 2 bagian penting, pertama menyangkut ilmu mu’amalah dan bagian kedua menyangkut ilmu mukasyafah, hal ini diuraikan dalam karyanya Ihya ‘Ulumiddin, Al -Ghazali menyusun menjadi 4 bab utama dan masing-masing dibagi lagi kedalam 10 pasal yaitu :

· Bab pertama : tentang ibadah (rubu’ al - ibadah)
· Bab kedua : tentang adat istiadat (rubu’ al - adat)
· Bab ketiga : tentang hal -hal yang mencelakakan (rubu’ al - muhlikat)
· Bab keempat : tentang maqamat dan ahwal (rubu’ al - munjiyat)

Menurutnya, perjalanan tasawuf itu pada hakekatnya adalah pembersihan diri dan pembeningan hati terus menerus sehingga mampu mencapai musyahadah. Oleh karena itu ia menekankan pentingnya pelatihan jiwa, penempaan moral atau akhlak yang terpuji baik disisi manusia maupun Tuhan.

Imam Al -Ghazali yang bergelar Hujjatul Islam meninggal dikota kelahirannya Thus pada hari Senin 14 Jumadil Akhir 505 H.

Disarikan dari :

http://linkgar.wordpress.com/category/para-tokoh-islam/

“Ajaran dan Teladan Para Sufi”, karangan Drs H.M. Laily Mansur, L.PH. Penerbit - PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996.

Gubra Yang Sesat Lagi Menyesatkan

Oleh Faisal Tehrani

Gubra ialah sebuah filem bancuhan beberapa kerat mesej iklan Hari Raya Petronas, lawak yang meraban merapek, pembelaan terhadap inter-faith commission, geng sister in Islam, Islam ala Islam Hadhari, dan penyelewengan ajaran Maulana Rumi yang ramai orang mahu percaya diri mereka memahami sebahagian aspek kesufian tetapi berada di dalam kurungan istidraj yang sesat lagi menyesatkan. Sesungguhnya hak dan batil dalam filem ini dibaur-baurkan hingga kita akhirnya tahu bahawa inilah jenis Islam yang ditolak oleh Nabi Muhammad S.A.W ketika ditawarkan oleh kafir musyrikin, Islam jenis inilah yang membawa Rasulullah berhijrah ke Madinah. Islam jenis inilah yang baginda telah menegaskan andai bulan dan matahari pun diletakkan di kiri kanan baginda, tidak ada apa yang dapat merubah baginda dari menolak Islam jenis ini. Islam jenis gubra.

Inilah sebuah filem untuk meraikan sekularisme dalam kehidupan rakyat Malaysia.

Kos pembikinan Gubra ialah RM 1 juta, jenis filem 35 mm berwarna dengan lokasi sekitar Ipoh di mana gubra kononnya bermakna gugup atau gelabah.

Menurut pengarah dan penulis filem ini, Yasmin Ahmad: Saya mahu paparkan tentang kisah dan sikap manusia yang biasanya selalu berada dalam keadaan gubra. Kerana gubra ramai di antara kita tidak reti untuk menghargai kasih sayang. Selain itu, mesej yang ingin saya sampaikan melalui Gubra ialah tentang kemaafan (Utusan Malaysia, 9 Ogos 2005).

Saya tidak memahami apa yang indah dan gelap atau lucunya Gubra. Saya tahu filem, mise en scene dan segalanya. Saya tak pandang semua itu. Sesekali saya malah berasa terhina dengan adengan-adengan filem ini. Lakonan sehebat mana sekalipun telah dimualkan dengan inti yang sungguh menyesak lagi menyesatkan ini. Kerja cahaya atau sinematografi yang handal sekalipun tak dapat menenggelamkan kelucahan dan kekeliruan yang diutarakan.

Saya tidak mahu memanjangkan isu Bilal Li memegang anjing sebelum melaungkan azan Subuh. Diskusinya boleh sahaja panjang memasuki sekian mazhab dan takrif najis mughalazah. Meski sesungguhnya tidak ada keperluan untuk Bilal memegang anjing (dan ya, semua orang dapat menangkap kiasan yang ingin dihantar. Saya juga tidak bodoh).

Tetapi juga, saya kira, tanpa apa alasan sekalipun filem yang dipenuhi dengan ciuman, pelukan, dakapan, elusan, gentelan, pautan, gomolan, belaian, pegangan, ramasan, picitan, urutan, hempukan, goyangan, dukungan, kucupan, rabaan, geleman dan yang seumpama dengannya, konon untuk menggambarkan kasih sayang ini adalah sebuah filem yang meremehkan malah menghina persoalan amar makruf nahi mungkar. Peluk sana cium sini seolah-olah tema kasih sayang ialah peluk cium sesuka hati tanpa batas dan garis panduan.

Ukurlah skala iman anda.Filem ini bukan sahaja mencabar budaya tetapi mencabar duduk letak syariat dengan mempersendakannya.....selanjutnya... http://tehranifaisal.blogspot.com/2006/04/gubra-yang-sesat-lagi-menyesatkan.html


Zainab Al-Ghazali
Gigih Melawan Sekularisme


Umat Islam berduka. Pada hari Rabu (3/8), dai dan aktivis terkemuka Zainab Al-Ghazali, wafat dalam usia 88 tahun. Dia meninggalkan kenangan tak terlupakan sepanjang aktivitasnya menjalankan dakwah Islam.

Zainab al-Ghazali adalah wanita luar biasa. Seperti Aisha Abd al-Rahman, tokoh asal Mesir ini begitu gigih memperjuangkan persamaan hak kaum perempuan berdasarkan keyakinannya, sesuai doktrin ajaran Islam yang benar. Oleh karenanya, sejarah mencatat Zainab lebih dikenal sebagai aktivis Islam ketimbang cendekiawan Islam.

Dia terlahir di wilayah Al-Bihira, Mesir pada 1917, dan merupakan keturunan dari kalifah kedua Islam, Umar bin Khattab dan Hasan bin Ali bin Abi Thalib.

Ketika masih berusia sangat muda, 10 tahun, Zainab Al-Ghazali telah memperlihatkan kepandaian dan kelancarannya dalam berbicara di depan umum. Dan sepanjang hidupnya, dia lantas membentuk dirinya sebagai orang yang berhasil belajar secara otodidak. Ambisinya yang kuat dan tekadnya yang membara, membuatnya maju untuk mencapai jenjang pendidikan tinggi, pada saat kaum wanita pada saat itu jarang yang mengenyam pendidikan karena dianggap tabu.

Saat menginjak usia remaja, Zainab aktif di organisasi Persatuan Kelompok Feminis Mesir yang dibentuk oleh Huda Al-Sharawi tahun 1923. Namun tak lama dia mengundurkan diri dari organisasi itu karena bersebarangan pendapat mengenai perjuangan menuntut kesetaraan.

Dia tidak setuju dengan ide-ide sekular tentang gerakan pembebasan perempuan. Meski demikian, Al-Ghazali tetap menghormati Sharawi dan menyebutnya sebagai seorang wanita yang memiliki komitmen dan keimanan yang baik. Saat usianya 18 tahun (1936), dia mendirikan Asosiasi Wanita Muslim untuk mengorganisasi kegiatan-kegiatan kaum perempuan yang sesuai norma-norma Islam dan ditujukan untuk kepentingan-kepentingan Islam.

Zainab Al-Ghazali selalu berusaha mengedepankan masalah keseimbangan antara hal-hal yang bersifat religius dan modern. Ia mendapat pendidikan agama pertama kali dari cendikiawan muslim terkemuka di Al-Azhar, Syeikh Ali Mahfuz dan Mhammad al-Naggar.

Tidak lama setelah ia mendirikan Asosiasi Wanita Muslim, Al-Ghazali langsung melakukan sejumlah aksi dan mendapatkan dukungan dari Menteri Wakaf untuk mendirikan 15 mesjid dan belasan mesjid lainnya yang dibiayai oleh masyarakat umum.

Asosiasi yang didirikannya melahirkan generasi dai-dai wanita yang mempertahankan status perempuan dalam Islam serta meyakini bahwa agama mereka memberikan peluang sebesar-besarnya bagi kaum perempuan untuk memainkan peranan penting di tengah masyarakat, memiliki pekerjaan, masuk ke dunia politik dan bebas mengeluarkan pendapatnya.

Dalam sebuah wawancara tahun 1981, dia mengemukakan bahwa Islam telah memberikan segalanya bagi kaum pria dan wanita. Islam memberikan kebebasan, hak ekonomi, hak politik, hak sosial, maupun hak pribadi kepada kaum Muslimah. Islam memberikan kaum wanita hak-hak tertentu di dalam keluarga yang tidak dimiliki oleh komunitas lain. Para Muslimah harus mempelajari Islam sehingga mereka mengetahui bahwa Islam telah memberikan segalanya kepadanya.

Zainab juga meyakini bahwa Islam tidak pernah melarang kaum wanita untuk beraktivitas di masyarakat, bekerja mencari nafkah, masuk ke dunia politik dan mengungkapkan gagasan-gagasannya. Dia percaya Islam mengizinkan mereka untuk memiliki harta benda, berusaha pada bidang perekonomian atau apapun kegiatan demi menunjang perkembangan masyarakat Muslim. Meski begitu, dia berpendapat bahwa tugas utama seorang wanita adalah menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya dan menjadi istri setiap bagi suaminya. Jangan ada apapun yang menghalangi kaum wanita untuk tidak menjalankan tugas yang satu ini.

Al-Ghazali banyak dipengaruhi oleh pendiri Ihkwanul Muslimin, Syekh Hasan al-Banna. Ia memegang teguh pandangannya bahwa tidak ada konflik antara agama dan politik. Al-Ghazali adalah orang yang lantang mempertahankan syariah dan kerap menghadapi masalah dengan rezim Mesir pada saat itu, Presiden Gamal Abdul Naser. Dia mengalami hidup yang penuh siksaan dalam tahanan rezim itu.

Penjara dan siksaan, tidak pernah mematahkan tekadnya bahkan membuatnya lebih kuat. Zainab Al-Ghazali meninggalkan warisan berupa perjuangan membela Islam dan reputasinya sebagai aktivis perempuan yang tanpa ragu melawan sekularisme dan liberalisme dan menggantikannya dengan nilai-nilai Islam.

( republika online/berbagai sumber )

Dalam beberapa hari lagi Ramadan yang mulia akan melabuhkan tirainya yang menandakan berakhirnya kemuliaan bulan ini dan disusuli pula dengan kedatangan Hari Raya Aidilfitri, atau menurut bahasa Arabnya ialah ËIdul Fitri yang bermaksud kembali kepada fitrah...

Ini kerana sepanjang sebulan di bulan Ramadan, seseorang itu telah memenuhkan agenda bulan tersebut dengan pelaksanaan amal ibadat yang mampu menjadikannya sebagai hamba Allah yang terbaik seperti membaca dan bertadarus al-Quran, bersolat jamaah sama ada solat-solat fardu dan tarawih, bersedekah, beriktikaf dalam masjid, memberi atau menyediakan juadah berbuka puasa kepada mereka yang berpuasa dan banyak lagi.

Seolah-olah amalan yang dilakukan itu menjadikannya bersih serta suci bagaikan anak-anak kecil yang baru dilahirkan oleh ibu-ibu mereka, inilah yang dikatakan kembali kepada fitrah, selagi mana seseorang tidak memelihara fitrah selepas Ramadan, maka tidak mustahil fitrah dirinya terdedah kepada virus yang menjerumuskannya ke dalam lembah kehinaan.

Walau bagaimanapun kejayaan mentarbiahkan diri sebulan pada bulan Ramadan dan berakhir dengan sambutan Aidilfitri, tidak disia-siakan kerana Allah SWT memuliakan mereka dengan hari raya seperti yang diungkapkan-Nya menerusi ayat 185 surah al-Baqarah yang bermaksud: "Dan supaya kamu cukupkan bilangan puasa sebulan Ramadan dan supaya kamu membesarkan Allah dengan Takbir dan Tahmid serta Takdis kerana mendapat petunjukNya dan supaya kamu bersyukur."

Sesungguhnya umat Islam merayakan hari raya ini dengan penuh kesyukuran dan dengan pelbagai jenis amal bakti yang diredai oleh Allah SWT, di antaranya solat Hari Raya, ziarah menziarahi di antara sesama mereka, bersedekah dan lain-lain lagi.

Kemuliaan Hari Raya


Kemuliaan Hari Aidil Fitri diterangkan oleh Allah di dalam Al-Quran dan oleh Rasulullah di dalam beberapa hadisnya. Oleh itu umat Islam amat digalakkan untuk menghidupkan malam Hari Raya sama ada Hari Raya Puasa atau Hari Raya Korban.

Sehubungan dengan inilah Allah berfirman di dalam Al Quran menerusi ayat 185 surah al-Baqarah yang bermaksud: "Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangan (hari terakhir Ramadan 30 hari) dan kamu mengagungkan Allah (bertakbir raya) atas petunjuk-Nya yang dianugerahkan kepada kamu agar kamu menjadi orang-orang yang bersyukur."

Kemuliaan Hari Raya juga diterangkan di dalam Hadis seperti sabda Rasulullah s.a.w. yang bermaksud: Daripada Umamah r.a. bahawasanya Nabi Muhammad s.a.w. telah bersabda barang siapa mengerjakan amal ibadah pada malam Hari Raya Aidilfitri dengan mengharapkan keredaan Allah semata-mata hatinya tidak akan mati pada hari kiamat sebagai matinya hati orang-orang yang kafir ingkar pada hari kiamat.

Daripada hadis di atas dapatlah kita membuat kesimpulan bahawa Hari Raya satu perkara yang disyariatkan dalam Islam dan pada Hari Kiamat kelak orang-orang yang beriman dan beramal soleh hatinya hidup bahagia dan gembira kerana berjaya mendapat balasan yang baik dan keredaan Allah azzawajallah hasil daripada amal-amal kebajikan yang mereka kerjakan di dunia seperti berpuasa di bulan Ramadan.

Sebaliknya orang yang kufur dan ingkar hatinya mati mereka hampa dan kecewa pada hari itu kerana dimurkai oleh Allah dan mereka ditimpa dengan seburuk-buruk balasan.
Terdapat juga hadis-hadis yang lain yang menceritakan tentang menghidupkan malam Hari Raya seperti hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tabrani r.a. yang bermaksud:
"Barang siapa menghayati malam Hari Raya Aidil Fitri dan malam Hari Raya Aidil Adha dengan amal ibadah sedang dia mengharapkan keredaan Allah semata-mata hatinya tidak akan mati seperti hati orang-orang kafir."

Umat Islam digalakkan menyambut Hari Raya Aidil Fitri dengan tahmid sebagai bersyukur kepada Allah bersempena dengan hari yang mulia itu. Ini diterangkan di dalam Al-Quran dan juga di dalam hadis Rasulullah s.a.w. Firman Allah SWT, maksudnya: Dan supaya kamu cukupkan bilangan puasa sebulan Ramadhan dan supaya kamu membesarkan Allah dengan Takbir dan Tahmid kerana kamu telah mendapat petunjukNya dan supaya kamu bersyukur."
Daripada hadis pula sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w. diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. maksudnya: Hiasilah Hari Raya kamu dengan Takbir dan Tahmid.

Di dalam hadis yang lain Rasulullah s.a.w. bersabda daripada Anas r.a. maksudnya: Hiasilah kedua-dua Hari Raya kamu iaitu Hari Raya Puasa dan juga Hari Raya Korban dengan Takbir, Tahmid dan Taqdis. Ini bermakna, seseorang muslim itu adalah digalakkan agar menghidupkan malam hari raya dengan amalan-amalan yang boleh mendekatkan dirinya kepada Allah bagi menjamin hatinya tidak akan mati pada hari kiamat.

Adalah lebih baik mengemas rumah, menjahit baju yang masih belum siap, menggosok pakaian raya untuk persiapan solat pagi raya bagi membesarkan Allah, menggantung langsir dengan niat mencantikkan rumah, kerana Allah suka kepada yang indah dan cantik, daripada menghabiskan sepanjang malam raya dengan menonton rancangan televisen, apatah lagi rancangan hiburan, filem, seloka Aidilfitri, mendengar lagu raya yang mengasyikkan, kerana tindakan itu sedikit sebanyak boleh menjejas pahala yang kita raih sepanjang bulan Ramadan.

Aktiviti pagi raya


1.
Aidilfitri digalakkan bersarapan terlebih dahulu.
2. Mengenakan pakaian raya yang baru (tapi ia bukan satu kemestian) serta berwangi-wangian bagi orang lelaki.
3. Bersegera pergi ke tempat solat, sama ada masjid, surau, dewan terbuka atau di tanah lapang, iaitu dengan melalui jalan lain dari jalan yang dilalui sebelum menunaikan solat.
4. Antara amalan yang patut dilakukan pada Hari Raya Aidilfitri ialah amalan berziarah. Amalan ini adalah bertepatan dengan suruhan agama Islam itu sendiri.
5. Pada pagi Hari Raya, umat Islam yang telah kehilangan saudara-mara akan mengunjungi pusara mereka dan menghadiahkan Surah Al-Fatihah atau bacaan surah Yaasin.
6. Kemudian mereka akan berkunjung ke rumah jiran tetangga, sanak saudara dan rakan taulan. Ini kerana mereka akan bermaaf-maafan dan melupakan kesilapan yang lampau. Pada asasnya, Hari Raya adalah hari untuk bergembira, bermaaf-maafan, dan hari untuk mengeratkan tali persaudaraan di kalangan umat Islam di samping meraikan kejayaan beribadah kepada Allah.
7. Menceriakan suasana hari raya dengan memberi anak-anak sampul duit raya (sebagai amalan 'idkhal as-surur' iaitu menggembirakan orang lain terutama kanak-kanak.)

"Walisongo" berarti sembilan orang wali. Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid. Maulana Malik Ibrahim yang tertua. Sunan Ampel anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal. Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya.

Sunan Gunung Jati

Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah diperkirakan lahir sekitar tahun 1448 M. Ibunya adalah Nyai Rara Santang, putri dari raja Pajajaran Raden Manah Rarasa. Sedangkan ayahnya adalah Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina. Syarif Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. Ia sempat berkelana ke berbagai negara. Menyusul berdirinya Kesultanan Bintoro Demak, dan atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan Kasultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai Kasultanan Pakungwati.

Banyak kisah tak masuk akal yang dikaitkan dengan Sunan Gunung Jati, atau Syarif Hidayatullah sehingga telah diabadikan namanya pada sebuah pusat pengajian tinggi Universitas Islam Negeri Jakarta. Teliti kisahnya di CAPAIAN UKHUWWAH... Selamat menelusuri ilmu...


:. PeRmAtA zAmAn .: